kinetika kimia

Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang ilmu kimia yang mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia berlangsung. Dari berbagai jenis reaksi kimia yang telah dipelajari para ilmuwan, ada yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (reaksi berlangsung cepat), seperti reaksi pembakaran gas metana. Di sisi lain, ada pula reaksi yang berlangsung dalam waktu yang lama (reaksi berlangsung lambat), seperti reaksi perkaratan (korosi) besi. Cepat lambatnya suatu reaksi kimia dapat dinyatakan dalam besaran laju reaksi.

Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk per satuan waktu. Satuan laju reaksi adalah M/s (Molar per detik). Sebagaimana yang kita ketahui, reaksi kimia berlangsung dari arah reaktan menuju produk. Ini berarti, selama reaksi kimia berlangsung, reaktan digunakan (dikonsumsi) bersamaan dengan pembentukan sejumlah produk. Dengan demikian, laju reaksi dapat dikaji dari sisi pengurangan konsentrasi reaktan maupun peningkatan konsentrasi produk.

Secara umum, laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan sederhana berikut :

A  ——->   B

laju reaksi  =  – ∆ [A] / ∆ t               atau

laju reaksi  =  + ∆ [B] / ∆ t

Tanda – (negatif) menunjukkan pengurangan konsentrasi reaktan

Tanda + (positif) menunjukkan peningkatan konsentrasi produk

Laju reaksi berhubungan erat dengan koefisien reaksi. Untuk reaksi kimia dengan koefisien reaksi yang bervariasi, laju reaksi harus disesuaikan dengan koefisien reaksi masing-masing spesi. Sebagai contoh, dalam reaksi 2A ——-> B, terlihat bahwa dua mol A dikonsumsi untuk menghasilkan satu mol B. Hal ini menandakan bahwa laju konsumsi spesi A adalah dua kali laju pembentukan spesi B. Dengan demikian, laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

laju reaksi  =  – 1 ∆ [A] / 2.∆ t                  atau

laju reaksi  =  + ∆ [B] / ∆ t

Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini,

aA + bB  ——->  cC + dD

laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :

laju reaksi  =  – 1 ∆ [A] / a.∆ t =  – 1 ∆ [B] / b.∆ t  =  + 1 ∆ [C] / c.∆ t  =  + 1 ∆ [D] / d.∆ t

Laju suatu reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi reaktan yang digunakan dalam reaksi. Semakin besar konsentrasi reaktan yang digunakan, laju reaksi akan meningkat. Di samping itu, laju reaksi juga dipengaruhi oleh nilai konstanta laju reaksi (k). Konstanta laju reaksi (k) adalah perbandingan antara laju reaksi dengan konsentrasi reaktan. Nilai k akan semakin besar jika reaksi berlangsung cepat, walaupun dengan konsentrasi reaktan dalam jumlah kecil. Nilai k hanya dapat diperoleh melalui analisis data eksperimen, tidak berdasarkan stoikiometri maupun koefisien reaksi.

Hukum laju reaksi (The Rate Law) menunjukkan korelasi antara laju reaksi (v) terhadap konstanta laju reaksi (k) dan konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan tertentu (orde reaksi). Hukum laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

aA + bB  ——->  cC + dD

v  =  k [A]x [B]y

x dan y adalah bilangan perpangkatan (orde reaksi) yang hanya dapat ditentukan melalui eksperimen. Nilai x maupun y tidak sama dengan koefisien reaksi a dan b.

Bilangan perpangkatan x dan y memperlihatkan pengaruh konsentrasi reaktan A dan B terhadap laju reaksi. Orde total (orde keseluruhan) atau tingkat reaksi adalah jumlah orde reaksi reaktan secara keseluruhan. Dalam hal ini, orde total adalah x + y.

Untuk menentukan orde reaksi masing-masing reaktan, berikut ini diberikan data hasil eksperimen reaksi antara F2 dan ClO2.

F2(g) +  2 ClO2(g) ——-> 2 FClO2(g)

No.

[F2] (M)

[ClO2] (M)

laju reaksi (M/s)

1

0,10

0,010

1,2 x 10-3

2

0,10

0,040

4,8 x 10-3

3

0,20

0,010

2,4 x 10-3

Dengan mempelajari data nomor 1 dan 3, terlihat bahwa peningkatan konsentrasi F2 sebesar dua kali saat konsentrasi ClO2 tetap menyebabkan peningkatan laju reaksi sebesar dua kali. Ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi F2 sebanding dengan peningkatan laju reaksi. Dengan demikian, orde reaksi F2 adalah satu. Sementara, dari data nomor 1 dan 2, terlihat bahwa peningkatan konsentrasi ClO2 sebesar empat kali saat konsentrasi F2 tetap menyebabkan peningkatan laju reaksi sebesar empat kali pula. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ClO2 juga berbanding lurus (sebanding) dengan peningkatan laju reaksi. Oleh karena itu, orde reaksi ClO2 adalah satu. Orde total reaksi tersebut adalah dua. Persamaan laju reaksi dapat dinyatakan dalam bentuk berikut :

v  =  k [F2] [ClO2]

Konstanta laju reaksi (k) dapat diperoleh dengan mensubstitusikan salah satu data percobaan ke dalam persamaan laju reaksi. Dalam hal ini, saya menggunakan data nomor 1. Persamaan laju reaksi setelah disubstitusikan dengan data eksperimen akan berubah menjadi sebagai berikut :

1,2 x 10-3 =  k (0,10) (0,010)

k = 1,2 / M.s

Hukum laju reaksi dapat digunakan untuk menghitung laju suatu reaksi melalui data konstanta laju reaksi dan konsentrasi reaktan. Hukum laju reaksi juga dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi reaktan setiap saat selama reaksi kimia berlangsung. Kita akan mempelajari laju reaksi dengan orde reaksi satu, dua, dan nol.

 

 

Reaksi Orde Satu

Reaksi dengan orde satu adalah reaksi dimana laju bergantung pada konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan satu. Secara umum, reaksi dengan orde satu dapat diwakili oleh persamaan reaksi berikut :

A ——->  Produk

Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan :  v  =  – ∆ [A]/∆ t

Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan :  v  =  k [A]

Satuan k dapat diperoleh dari persamaan :  k  = v/[A]  =  M.s-1/M  =  s-1 atau  1/s

Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi :  – ∆[A]/∆ t  =  k [A]

Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut :

ln  { [A]t / [A]0 }=  – kt               atau

ln [A]t =  – kt  + ln [A]0

ln  =  logaritma natural (logaritma dengan bilangan pokok e)

[A]0 =  konsentrasi saat t = 0 (konsentrasi awal sebelum reaksi)

[A]t =  konsentrasi saat t = t (konsentrasi setelah reaksi berlangsung selama t detik)

 

Reaksi Orde Dua

Reaksi dengan orde dua adalah reaksi dimana laju bergantung pada konsentrasi satu reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan dua atau konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masing dipangkatkan dengan bilangan satu. Kita hanya akan membahas tipe satu reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan dua. Persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

A ——-> Produk

Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan :  v  =  – ∆ [A]/∆ t

Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan :  v  =  k [A]2

Satuan k dapat diperoleh dari persamaan :  k  = v / [A]2 =  M.s-1/M2 =  s-1/Matau  1/M.s

Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi :  – ∆[A]/∆ t  =  k [A]2

Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut :

1 /  [A]t =  kt   +   1 / [A]0

 

Reaksi Orde Nol

Reaksi dengan orde nol adalah reaksi dimana laju tidak bergantung pada konsentrasi reaktan. Penambahan maupun mengurangan konsentrasi reaktan tidak mengubah laju reaksi. Persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

A  ——->  Produk

Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan :  v  =  – ∆ [A]/∆ t

Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan :  v  =  k [A]0 atau  v  =  k

Satuan k dapat diperoleh dari persamaan :  k  = v / [A]0 =  v  =  M.s-1 atau  M / s

Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi :  – ∆[A]/∆ t  =  k [A]0

Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi :  – ∆[A]/∆ t  =  k

Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut :

[A]t =  -kt  +  [A]0

Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring peningkatan waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membedakan reaksi orde nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu paruh. Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan menjadi setengah dari konsentrasi semula. Persamaan waktu paruh untuk masing-masing orde reaksi adalah sebagai berikut :

Orde Satu :  t1/2 =  ln 2 / k  =  0,693 / k   (waktu paruh tidak bergantung pada konsentrasi awal reaktan)

Orde Dua :   t1/2 =  1 / k.[A]0 (waktu paruh berbanding terbalik dengan konsentarsi awal reaktan)

Orde Nol :   t1/2 =  [A]0 / 2k   (waktu paruh berbanding lurus dengan konsentrasi awal reaktan)

Agar reaksi kimia dapat terjadi, reaktan harus bertumbukan. Tumbukan ini memindahkan energi kinetik (energi gerak) dari satu molekul ke molekul lainnya, sehingga masing-masing molekul teraktifkan. Tumbukan antarmolekul memberikan energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan sehingga ikatan baru dapat terbentuk.

Kadang-kadang, walaupun terjadi tumbukan, energi kinetik yang tersedia tidak cukup untuk dipindahkan sehingga molekul tidak dapat bergerak dengan cukup cepat. Kita dapat mengatasi hal ini dengan memanaskan campuran reaktan. Suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari molekul tersebut; menaikkan suhu akan meningkatkan energi kinetik yang ada untuk memutuskan ikatan-ikatan ketika tumbukan.

Saat tumbukan antarmolekul terjadi, sejumlah energi kinetik akan digunakan untuk memutuskan ikatan. Jika energi kinetik molekul besar, tumbukan yang terjadi mampu memutuskan sejumlah ikatan. Selanjutnya, akan terjadi pembentukan kembali ikatan baru. Sebaliknya, jika energi kinetik molekul kecil, tidak akan terjadi tumbukan dan pemutusan ikatan. Dengan kata lain, untuk memulai suatu reaksi kimia, tumbukan antarmolekul harus memiliki total energi kinetik minimum sama dengan atau lebih dari energi aktivasi (Ea), yaitu jumlah energi minimum yang diperlukan untuk memulai suatu reaksi kimia. Saat molekul bertumbukan, terbentuk spesi kompleks teraktifkan (keadaan transisi), yaitu spesi yang terbentuk sementara sebagai hasil tumbukan antarmolekul sebelum pembentukan produk.

A  +  B         ——->         AB*          ——->       C  +  D

reaktan                        keadaan transisi produk

Konstanta laju reaksi (k) bergantung pada temperatur (T) reaksi dan besarnya energi aktivasi (Ea). Hubungan k, T, dan Ea dapat dinyatakan dalam persamaan Arrhenius sebagai berikut :

k  =  A e –Ea / RT atau       ln k  =  ln A  –   Ea / R.T

k  =  konstanta laju reaksi

Ea =  energi aktivasi (kJ/mol)

T  =  temperatur mutlak (K)

R  =  konstanta gas ideal (8,314 J/mol.K)

e =  bilangan pokok logaritma natural (ln)

A  =  konstanta frekuensi tumbukan (faktor frekuensi)

Dari persamaan Arrhenius terlihat bahwa laju reaksi (dalam hal ini diwakili konstanta laju reaksi) semakin besar saat reaksi terjadi pada temperatur tinggi yang disertai dengan energi aktivasi rendah.

Kadang-kadang, walaupun telah terjadi tumbukan dengan energi kinetik yang cukup, reaksi tetap tidak menghasilkan produk. Hal ini disebabkan oleh molekul yang tidak mengalami tumbukan pada titik yang tepat. Tumbukan yang efektif untuk menghasilkan produk berkaitan erat dengan faktor orientasi dan sisi aktif molekul bersangkutan. Dengan demikian, molekul harus bertumbukan pada arah yang tepat atau dipukul pada titik yang tepat agar reaksi dapat terjadi. Sebagai contoh, reaksi antara molekul A-B dengan C membentuk molekul C-A dan B.

A-B  +  C  ——->  C-A  +  B

Terlihat bahwa untuk menghasilkan produk molekul C-A, zat C harus bertumbukan dengan molekul A-B pada ujung A. Jika zat C menumbuk molekul A-B pada ujung B, tidak aka ada produk yang dihasilkan. Ujung A dari molekul A-B dikenal dengan istilah sisi aktif, yaitu tempat pada molekul dimana tumbukan harus terjadi agar reaksi dapat menghasilkan produk. Saat zat C menumbuk ujung A pada molekul A-B, akan ada kesempatan untuk memindahkan cukup energi untuk memutus ikatan A-B. Setelah ikatan A-B putus, ikatan C-A dapat terbentuk. Persamaan untuk proses tersebut dapat digambarkan dengan cara berikut :

C∙∙∙∙∙∙∙A∙∙∙∙∙B  ——->  C-A  +  B

Jadi, agar reaksi ini dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antara zat C dengan molekul A-B pada sisi aktifnya. Tumbukan antara zat C dengan molekul A-B harus memindahkan cukup energi untuk memutuskan ikatan A-B (pemutusan ikatan memerlukan energi) sehingga memungkinkan ikatan C-A terbentuk (pembentukan ikatan melepaskan energi).

Laju reaksi berkaitan dengan frekuensi tumbukan efektif yang terjadi antarmolekul. Apabila frekuensi tumbukan efektif semakin besar, tumbukan antarmolekul semakin sering terjadi, mengakibatkan produk terbentuk dalam waktu yang singkat. Dengan meningkatkan frekuensi tumbukan efektif antarmolekul, produk dalam jumlah besar dapat dihasilkan dalam waktu yang singkat. Beberapa faktor yang dapat mengubah jumlah frekuensi tumbukan efektif antarmolekul , antara lain :

1. Sifat reaktan dan ukuran partikel reaktan

Agar reaksi dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antarmolekul pada sisi aktif molekul. Semakin besar dan kompleks molekul reaktan, semakin kecil pula kesempatan terjadinya tumbukan di sisi aktif. Kadang-kadang, pada molekul yang sangat kompleks, sisi aktifnya seluruhnya tertutup oleh bagian lain dari molekul, sehingga tidak terjadi reaksi. Secara umum, laju reaksi akan lebih lambat bila reaktannya berupa molekul yang besar dan kompleks (bongkahan maupun lempengan). Laju reaksi akan lebih cepat bila reaktan berupa serbuk dengan luas permukaan kontak yang besar. Semakin luas permukaan untuk dapat terjadi tumbukan, semakin cepat reaksinya.

2. Konsentrasi reaktan

Menaikkan jumlah tumbukan akan mempercepat laju reaksi. Semakin banyak molekul reaktan yang bertumbukan, semakin cepat reaksi tersebut. Sepotong kayu dapat terbakar di udara (yang mengandung gas oksigen 20%), tetapi kayu tersebut akan terbakar dengan jauh lebih cepat di dalam oksigen murni. Dengan mempelajari efek konsentrasi terhadap laju reaksi, kita dapat menentukan reaktan mana yang lebih mempengaruhi laju reaksi (ingat tentang orde reaksi).

3. Tekanan pada reaktan yang berupa gas

Tekanan pada reaktan yang berupa gas pada dasarnya mempunyai pengaruh yang sama dengan konsentrasi. Semakin tinggi tekanan reaktan, semakin cepat laju reaksinya. Hal ini disebabkan adanya kenaikan jumlah tumbukan.  Peningkatan tekanan dapat memperkecil volume ruang sehingga molekul semakin mudah bertumbukan satu sama lainnya.

4. Suhu

Secara umum, menaikkan suhu menyebabkan laju reaksi meningkat. Pada kimia organik, ada aturan umum yang mengatakan bahwa menaikkan suhu 10°C akan menyebabkan kelajuan reaksi menjadi dua kali lipat. Kenaikan suhu dapat meningkatkan jumlah tumbukan antarmolekul. Menaikkan suhu menyebabkan molekul bergerak dengan lebih cepat, sehingga terdapat peningkatan kesempatan bagi molekul untuk saling bertumbukan dan bereaksi. Menaikkan suhu juga menaikkan energi kinetik rata-rata molekul. Energi kinetik minimum yang dimiliki molekul harus sama atau lebih besar dari energi aktivasi agar reaksi dapat berlangsung. Reaktan juga harus bertumbukan pada sisi aktifnya. Kedua faktor inilah yang menentukan apakah suatu reaksi berlangsung atau tidak.

5. Katalis (Katalisator)

Katalis adalah zat yang menaikkan laju reaksi tanpa dirinya sendiri berubah di akhir reaksi. Hal ini berarti katalis terbentuk kembali setelah reaksi berakhir. Katalis dapat menaikkan laju reaksi dengan memilih mekanisme reaksi lain yang energi aktivasinya lebih rendah dari mekanisme semula.

A  +  B  ——->   C  +  D        (tanpa katalis)

A  +  B  ——->   C  +  D        (dengan katalis)

kdengan katalis > ktanpa katalis sehingga vdengan katalis > vtanpa katalis

Laju reaksi akan lebih cepat jika puncak energi aktivasinya lebih rendah. Hal ini berarti reaksi akan lebih mudah terjadi. Total energi reaktan dan produk tidak dipengaruhi oleh katalis. Hal ini berarti entalpi (∆H) reaksi tidak dipengaruhi oleh katalis. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi dengan satu dari dua cara berikut :

1. Memberikan permukaan dan orientasi

Terjadi pada katalis heterogen. Katalis ini hanya mengikat satu molekul pada permukaan sambil memberikan orientasi yang sesuai untuk memudahkan jalannya reaksi. Katalis heterogen adalah katalis yang berada pada fasa yang berbeda dengan reaktan. Katalis ini umumnya merupakan logam padat yang terbagi dengan halus atau oksida logam, sedangkan reaktannya adalah gas atau cairan. Katalis heterogen cenderung menarik satu bagian dari molekul reaktan karena adanya interaksi yang cukup kompleks yang belum sepenuhnya dipahami. Setelah reaksi terjadi, gaya yang mengikat molekul ke permukaan katalis tidak ada lagi, sehingga produk terlepas dari permukaan katalis. Katalis dapat siap melakukannya lagi.

2. Mekanisme alternatif

Terjadi pada katalis homogen, yaitu katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktannya. Katalis ini memberikan mekanisme alternatif atau  jalur reaksi yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah dari reaksi aslinya. Dengan demikian, reaksi dapat berlangsung dalam waktu yang lebih singkat.

 

 

KINETIKA KIMIA

3 Desember 2009

Sebuah Makalah….

Kinetika kimia adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan mekanisme reaksi. Berdasarkan penelitianyang mula – mula dilakukan oleh Wilhelmy terhadap kecepatan inversi sukrosa, ternyata kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi / tekanan zat – zat yang bereaksi. Laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi atau tekanan dari produk atau reaktan terhadap waktu.

Berdasarkan jumlah molekul yang bereaksi, reaksi terdiri atas :

  1. Reaksi unimolekular : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi

Contoh :  N2O5 à  N2O4 +  ½ O2

  1. Reaksi bimolekular : ada 2 mol reaktan yang bereaksi

Contoh :  2 HI  à  H2 +  I2

  1. Reaksi termolekular : ada 3 mol reaktan yang bereaksi

Contoh :  2 NO  +  O2 à  2NO2

Berdasarkan banyaknya fasa yang terlibat, reaksi terbagi menjadi :

  1. Reaksi homogen : hanya terdapat satu fasa dalam reaksi (gas atau larutan)
  2. Reaksi heterogen : terdapat lebih dari satu fasa dalam reaksi

Secara kuantitatif, kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu jumlah dari eksponen konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi.

6.1. Reaksi Orde Nol

Pada reaksi orde nol, kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi reaktan.

Persamaan laju reaksi orde nol dinyatakan sebagai :

–  =  k0

A  – A0 = – k0 . t

A  = konsentrasi zat pada waktu t

A0 = konsentrasi zat mula – mula

Contoh reaksi orde nol ini adalah reaksi heterogen pada permukaan katalis.

6.2. Reaksi Orde Satu

Pada reaksi prde satu, kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan.

Persamaan laju reaksi orde satu dinyatakan sebagai :

–  = k1 [A]

–  = k1 dt

ln  = k1 (t – t0)

Bila t = 0  à  A  =  A0

ln [A]  =  ln [A0]  –  k1 t

[A]  =  [A0] e-k1t

Tetapan laju (k1) dapat dihitung dari grafik ln [A] terhadap t, dengan –k1 sebagai gradiennya.

 
   

Gambar 6.1. Grafik ln [A] terhadap t untuk reaksi orde satu

Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan hanya tinggal setengahnya. Pada reaksi orde satu, waktu paruh dinyatakan sebagai

k1 =  ln

k1 =

6.3. Reaksi Orde Dua

Persamaan laju reaksi untuk orde dua dinyatakan sebagai :

–  =  k2 [A]2

– =  k2 t

–  =  k2 (t – t0)

Tetapan laju (k2) dapat dihitung dari grafik 1/A terhadap t dengan k2 sebagai gradiennya.

 
   

Gambar 6.2. Grafik ln 1/[A] terhadap t untuk reaksi orde dua

Waktu paruh untuk reaksi orde dua dinyatakan sebagai

t1/2 =

6.4. Penentuan Energi Aktifasi

Energi aktifasi adalah ambang batas energi yang harus icapai agar suatu reaksi dapat terjadi. Penentuan energi aktifasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Arrhenius

k  =  A e-Ea/RT

dimana                 k   =  konstanta laju reaksi

A  =  faktor pra eksponensial

Ea =  energi aktifasi (kJ/mol)

R  =  tetapan gas ideal

=  8,314 kJ / mol

=  1,987 kal / mol K

T  =  suhu mutlak (K)

Jika persamaan di atas ditulis dalam bentuk logaritma, maka akan didapat

ln k  =  ln A  –

Dengan membuat kurva ln k terhadap 1/T, maka nilai Ea/R akan didapat sebagai gradien dari kurva tersebut. Karena nilai R diketahui, maka nilai energi aktifasi dapat ditentukan.

Besarnya energi aktifasi juga dapat ditentukan dengan menggunakan nilai – nilai k pada suhu yang berbeda. Persamaan yang digunakan adalah

ln  =

atau

log  =

6.5. Efek Katalis

Katalis adalah suatu senyawa yang dapat menaikkan laju reaksi, tetapi tidak ikut menjadi reaktan / produk dalam sistem itu sendiri. Setelah reaksi selesai, katalis dapat diperoleh kembali tanpa mengalami perubahan kimia. Katalis berperan dengan menurunkan energi aktifasi. Sehingga untuk membuat reaksi terjadi, tidak diperlukan energi yang lebih tinggi. Dengan demikian, reaksi dapat berjalan lebih cepat. Karena katalis tidak bereaksi dengan reaktan dan juga bukan merupakan produk, maka katalis tidak ditulis pada sisi reaktan atau produk. Umumnya katalis ditulis di atas panah reaksi yang membatasi sisi reaktan dan produk. Contohnya pada reaksi pembuatan oksigen dari dekomposisi termal KClO3, yang menggunakan katalis MnO2.

2 KClO3 2 KCl  +  3 O2

Katalis terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu

  1. Katalis Homogen

Suatu katalis disebut homogen apabila berada dalam fasa yang sama dengan reaktan maupun produk reaksi yang dikatalisa. Katalis ini berperan sebagai zat antara dalam reaksi. Contohnya adalah efek katalis HBr pada dekomposisi termal t-butil alkohol, (CH3)3COH, yang menghasilkan air dan isobutilen, (CH3)2C=CH2.

(CH3)3COH  à  (CH3)2C=CH2 +  H2O

Tanpa penggunaan katalis, reaksi ini berlangsung sangat lambat, bahkan pada suhu tinggi sekalipun. Hal ini disebabkan karena reaksi ini memiliki energi aktifasi yang sangat tinggi, yaitu 274 kJ/mol. Dengan menggunakan HBr, energi aktifasi akan turun menjadi 127 kJ/mol, dan reaksi menjadi

(CH3)3COH  +  HBr   à   (CH3)3CBr  +  H2O

(CH3)3CBr  à  (CH3)2C=CH2 +  HBr

Kelemahan dari katalis homogen ini adalah ketika reaksi selesai, diperlukan perlakuan kimia selanjutnya untuk memisahkan katalis dari campuran reaksi.

  1. Katalis Heterogen

Katalis heterogen adalah katalis yang fasanya tidak sama dengan reaktan atau produk reaksi yang dikatalisa. Katalis heterogen biasanya berfungsi sebagai permukaan tempat terjadinya reaksi. Contohnya adalah reaksi antara H2 dan O2 pada permukaan logam. Logam berfungsi sebagai permukaan adsorben dimana H2 dan O2 akan menempel dan bereaksi.

Redoks (singkatan dari reaksi reduksi/oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia.

Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon dioksida, atau reduksi karbon oleh hidrogen menghasilkan metana(CH4), ataupun ia dapat berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia melalui rentetan transfer elektron yang rumit.

Istilah redoks berasal dari dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi. Ia dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut:

* Oksidasi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion

* Reduksi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion.

Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan di atas tidaklah persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan selalu terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik didefinisikan sebagai peningkatan bilangan oksidasi, dan reduksi sebagai penurunan bilangan oksidasi. Dalam prakteknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai “redoks” walaupun tidak ada transfer elektron dalam reaksi tersebut (misalnya yang melibatkan ikatan kovalen).

Reaksi non-redoks yang tidak melibatkan perubahan muatan formal (formal charge) dikenal sebagai reaksi metatesis

Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu menghasilkan antarubahan senyawa kimia.[1] Senyawa ataupun senyawa-senyawa awal yang terlibat dalam reaksi disebut sebagai reaktan. Reaksi kimia biasanya dikarakterisasikan dengan perubahan kimiawi, dan akan menghasilkan satu atau lebih produk yang biasanya memiliki ciri-ciri yang berbeda dari reaktan. Secara klasik, reaksi kimia melibatkan perubahan yang melibatkan pergerakan elektron dalam pembentukan dan pemutusan ikatan kimia, walaupun pada dasarnya konsep umum reaksi kimia juga dapat diterapkan pada transformasi partikel-partikel elementer seperti pada reaksi nuklir.

Reaksi-reaksi kimia yang berbeda digunakan bersama dalam sintesis kimia untuk menghasilkan produk senyawa yang diinginkan. Dalam biokimia, sederet reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim membentuk lintasan metabolisme, di mana sintesis dan dekomposisi yang biasanya tidak mungkin terjadi di dalam sel dilakukan.

 

[sunting] Jenis-jenis reaksi

Beragamnya reaksi-reaksi kimia dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam mempelajarinya mengakibatkan banyaknya cara untuk mengklasifikasikan reaksi-reaksi tersebut, yang sering kali tumpang tindih. Di bawah ini adalah contoh-contoh klasifikasi reaksi kimia yang biasanya digunakan.

  • Isomerisasi, yang mana senyawa kimia menjalani penataan ulang struktur tanpa perubahan pada kompoasisi atomnya
  • Kombinasi langsung atau sintesis, yang mana dua atau lebih unsur atau senyawa kimia bersatu membentuk produk kompleks:

N2 + 3 H2 → 2 NH3

  • Dekomposisi kimiawi atau analisis, yang mana suatu senyawa diurai menjadi senyawa yang lebih kecil:

2 H2O → 2 H2 + O2

2 Na(s) + 2 HCl(aq) → 2 NaCl(aq) + H2(g)

  • Metatesis atau Reaksi penggantian ganda, yang mana dua senyawa saling berganti ion atau ikatan untuk membentuk senyawa yang berbeda:

NaCl(aq) + AgNO3(aq) → NaNO3(aq) + AgCl(s)

  • Reaksi asam basa, secara luas merupakan reaksi antara asam dengan basa. Ia memiliki berbagai definisi tergantung pada konsep asam basa yang digunakan. Beberapa definisi yang paling umum adalah:
    • Definisi Arrhenius: asam berdisosiasi dalam air melepaskan ion H3O+; basa berdisosiasi dalam air melepaskan ion OH.
    • Definisi Brønsted-Lowry: Asam adalah pendonor proton (H+) donors; basa adalah penerima (akseptor) proton. Melingkupi definisi Arrhenius.
    • Definisi Lewis: Asam adalah akseptor pasangan elektron; basa adalah pendonor pasangan elektron. Definisi ini melingkupi definisi Brønsted-Lowry.
  • Reaksi redoks, yang mana terjadi perubahan pada bilangan oksidasi atom senyawa yang bereaksi. Reaksi ini dapat diinterpretasikan sebagai transfer elektron. Contoh reaksi redoks adalah:

2 S2O32−(aq) + I2(aq) → S4O62−(aq) + 2 I(aq)

Yang mana I2 direduksi menjadi I dan S2O32- (anion tiosulfat) dioksidasi menjadi S4O62-.

  • Pembakaran, adalah sejenis reaksi redoks yang mana bahan-bahan yang dapat terbakar bergabung dengan unsur-unsur oksidator, biasanya oksigen, untuk menghasilkan panas dan membentuk produk yang teroksidasi. Istilah pembakaran biasanya digunakan untuk merujuk hanya pada oksidasi skala besar pada keseluruhan molekul. Oksidasi terkontrol hanya pada satu gugus fungsi tunggal tidak termasuk dalam proses pembakaran.

C10H8+ 12 O2 → 10 CO2 + 4 H2O

CH2S + 6 F2CF4 + 2 HF + SF6

  • Disproporsionasi, dengan satu reaktan membentuk dua jenis produk yang berbeda hanya pada keadaan oksidasinya.

2 Sn2+ → Sn + Sn4+

Kinetika kimia

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kinetika kimia

Laju reaksi suatu reaksi kimia merupakan pengukuran bagaimana konsentrasi ataupun tekanan zat-zat yang terlibat dalam reaksi berubah seiring dengan berjalannya waktu. Analisis laju reaksi sangatlah penting dan memiliki banyak kegunaan, misalnya dalam teknik kimia dan kajian kesetimbangan kimia. Laju reaksi secara mendasar tergantung pada:

  • Konsentrasi reaktan, yang biasanya membuat reaksi berjalan dengan lebih cepat apabila konsentrasinya dinaikkan. Hal ini diakibatkan karena peningkatan pertumbukan atom per satuan waktu,
  • Luas permukaan yang tersedia bagi reaktan untuk saling berinteraksi, terutama reaktan padat dalam sistem heterogen. Luas permukaan yang besar akan meningkatkan laju reaksi.
  • Tekanan, dengan meningkatkan tekanan, kita menurunkan volume antar molekul sehingga akan meningkatkan frekuensi tumbukan molekul.
  • Energi aktivasi, yang didefinisikan sebagai jumlah energi yang diperlukan untuk membuat reaksi bermulai dan berjalan secara spontan. Energi aktivasi yang lebih tinggi mengimplikasikan bahwa reaktan memerlukan lebih banyak energi untuk memulai reaksi daripada reaksi yang berenergi aktivasi lebih rendah.
  • Temperatur, yang meningkatkan laju reaksi apabila dinaikkan, hal ini dikarenakan temperatur yang tinggi meningkatkan energi molekul, sehingga meningkatkan tumbukan antar molekul per satuan waktu.
  • Keberadaan ataupun ketiadaan katalis. Katalis adalah zat yang mengubah lintasan (mekanisme) suatu reaksi dan akan meningkatkan laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi yang diperlukan agar reaksi dapat berjalan. Katalis tidak dikonsumsi ataupun berubah selama reaksi, sehingga ia dapat digunakan kembali.
  • Untuk beberapa reaksi, keberadaan radiasi elektromagnetik, utamanya ultraviolet, diperlukan untuk memutuskan ikatan yang diperlukan agar reaksi dapat bermulai. Hal ini utamanya terjadi pada reaksi yang melibatkan radikal.

Laju reaksi berhubungan dengan konsentrasi zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Hubungan ini ditentukan oleh persamaan laju tiap-tiap reaksi. Perlu diperhatikan bahwa beberapa reaksi memiliki kelajuan yang tidak tergantung pada konsentrasi reaksi. Hal ini disebut sebagai reaksi orde nol.

 

Tinggalkan komentar